Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ta’ala, hendaknya kita mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata dan meninggalkan semua bentuk ibadah kepada selain Allah. Karena tujuan kita diciptakan oleh Allah di dunia ini adalah agar kita mentauhidkan-Nya. Allah ta’ala berfirman,
:وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. adz-Dzariyat: 56-58)
Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam kitab tafsirnya menjelaskan makna ayat ini: “Maknanya: Dan Aku tidak menciptakan ahlus sa’adah (makhluk yang mendapatkan kebahagiaan) dari kalangan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku.” (Tafsir al-Qurthubi, 17/55)
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah juga menjelaskan ayat di atas: “Anda telah memahami bahwa Allah ta’ala tidak menciptakan Anda dengan sia-sia. Dan Allah tidak menciptakan Anda agar Anda bisa makan dan minum saja. Atau agar Anda bisa bersenang-senang dan berleha-leha di dunia.
Bukan, bukan itu tujuan Allah menciptakan Anda. Allah ta’ala menciptakan Anda untuk beribadah kepada-Nya semata. Dan Allah ciptakan benda-benda di alam semesta ini (makanan, minuman, udara, dll.) dalam rangka untuk membantu Anda agar bisa beribadah kepada Allah.
Karena Anda tidak akan mampu hidup di dunia tanpa adanya benda-benda tersebut. Dan Anda tidak akan bisa beribadah kepada Allah kecuali dengan adanya benda-benda tersebut. Allah ciptakan mereka untuk Anda, agar Anda beribadah kepada Allah semata.
Bukan agar Anda bisa bersenang-senang, berleha-leha, berbuat maksiat, berbuat dosa, makan, minum sesuai keinginan Anda. Yang demikian ini keadaannya binatang! Adapun manusia, Allah ciptakan mereka untuk suatu tujuan yang agung dan hikmah yang agung, yaitu agar Anda beribadah kepada Allah semata.” (Silsilah Syarhil Rasail, hal 335)
Kita diperintahkan untuk menyembah Allah semata
Allah ta’ala memerintahkan kita untuk menyerahkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah semata, dan Allah ta’ala melarang kita mempersembahkan ibadah kepada selain-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kamu untuk tidak beribadah kecuali kepada-Nya semata.” (QS. al-Isra: 23)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan tidaklah kita diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah semata dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah.” (QS. al-Bayyinah: 5)
Mentauhidkan Allah juga adalah hak Allah yang wajib kita tunaikan. Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَامُعَاذُ ، أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ ؛ قَالَ : حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ ؟ قَالَ : لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوْا
“Wahai Mu’adz! Tahukah Engkau apa hak Allah yang wajib ditunaikan oleh para hamba? Dan apa hak para hamba yang akan ditunaikan oleh Allah? Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “Hak Allah yang wajib ditunaikan oleh para hamba-Nya ialah mereka beribadah hanya kepada-Nya semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba yang akan ditunaikan oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun”. Mu’adz bertanya, “Wahai Rasûlullah! Apakah kabar gembira ini sebaiknya aku sampaikan kepada orang-orang?” Nabi menjawab, “Jangan sampaikan! Aku khawatir mereka akan mengandalkan hal ini saja (sehingga tidak beramal).” (HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30)
Para pembaca yang budiman, renungkanlah! Karena Allah ta’ala lah yang menciptakan kita, maka sungguh aneh dan durhaka jika kita menyembah selain-Nya. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian semata. Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian. Agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)
Oleh karena itu Allah mengutus para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam untuk menegakkan tauhid dan mendakwahkannya. Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian.” (QS. al-Anbiya: 25)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’.” (QS. an-Nahl: 36)
Dari Nabi dan Rasul yang pertama hingga yang terakhir, inti dakwah mereka adalah mengajak manusia untuk mempersembahkan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah meringkaskan dengan indah tentang urgensi tauhid bagi manusia. Beliau mengatakan, “Semua kitab samawi dan semua Rasul, semuanya mendakwahkan tauhid dan melarang dari lawannya yaitu kesyirikan. Terlebih lagi, Rasulullah Muhammad shallallahu’alahi wa sallam. Dan al-Qur’an yang mulia ini, telah memerintahkan kita untuk bertauhid, mewajibkannya, menegaskan dengan sangat tegas, serta menjelaskannya dengan sangat jelas. Al-Qur’an juga telah mengabarkan bahwa tidak ada keselamatan, tidak ada kesuksesan, dan tidak ada kebahagiaan kecuali dengan tauhid. Semua jenis dalil, baik dalil logika, dalil naqli, dalil ufuqi wan nafsi, semua merupakan bukti nyata yang memerintahkan dan mewajibkan kita untuk bertauhid. Dan tauhid adalah hak Allah yang harus ditunaikan para hamba. Tauhid adalah perkara yang paling agung dalam agama. Tauhid adalah landasan yang paling mendasar dalam agama, serta pokok dari semua amalan.” (Al-Qaulus Sadid fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 14)
Larangan berbuat syirik
Ketika kita diperintahkan untuk mempersembahkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah, maka kita juga dilarang mempersembahkan ibadah kepada selain Allah. Perbuatan mempersembahkan ibadah kepada selain Allah disebut dengan kesyirikan, pelakunya disebut musyrik.
Larangan berbuat syirik banyak sekali dalam al-Qur’an dan hadits. Di antaranya, Allah ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah semata dan janganlah berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisa: 36)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (QS. al-Hajj: 26)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu hanyalah kepunyaan Allah, karena itu janganlah kalian menyembah apapun (di dalamnya) di samping (menyembah) Allah.” (QS. al-Jin: 18)
Dan Allah ta’ala tidak pernah ridha dengan kesyirikan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
قال الله تعالى: أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملاً أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
“Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku tidak butuh terhadap orang-orang musyrik atas kesyirikan yang mereka lakukan. Barang siapa yang menyekutukan Aku dengan sesuatu yang lain, akan Ku tinggalkan ia bersama kesyirikannya‘.” (HR. Muslim no.2985)
Ketahuilah wahai para pembaca rahimakumullah, bahwa perbuatan syirik adalah dosa yang paling besar. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (QS. Luqman: 13)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ قالوا: يا رَسُولَ اللَّهِ، وَما هُنَّ؟ قالَ: الشِّرْكُ باللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَومَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلَاتِ
“Jauhilah 7 dosa yang membinasakan! Para sahabat bertanya: Apa saja wahai Rasulullah? Nabi menjawab: perbuatan syirik terhadap Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur dari perang, dan menuduh wanita baik-baik telah berzina.” (HR. Bukhari no. 6857, Muslim no. 89)
Orang yang melakukan kesyirikan tidak akan diampuni oleh Allah jika ia mati dalam keadaan belum bertaubat. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisa: 48)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam Tafsir as-Sa’di menjelaskan surat an-Nisa ayat 48 di atas: “Ayat yang mulia ini bicara tentang orang yang belum bertaubat. Adapun orang yang sudah bertaubat dari kesyirikan, maka Allah ampuni dosa syiriknya dan dosa lainnya. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya): Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar: 53), yaitu bagi orang yang bertaubat dan berinabah.” (Taisir Karimirrahman)
Orang yang melakukan kesyirikan juga akan hangus semua pahala amalannya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 88)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu berbuat syirik, niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65)
Ath-Thabari rahimahullah menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan: “Maksudnya, jika engkau berbuat syirik terhadap Allah wahai Muhammad, maka akan terhapus amalanmu. Dan engkau tidak akan mendapatkan pahala, juga tidak mendapatkan balasan, kecuali balasan yang pantas bagi orang yang berbuat syirik kepada Allah.” (Tafsir ath-Thabari, 21/322)
Ayat ini menarik karena yang diajak bicara oleh Allah dalam ayat ini adalah Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Muhammad Ali ash-Shabuni rahimahullah menjelaskan: “Ini merupakan bentuk pengasumsian dan perumpamaan. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam itu telah dijamin maksum oleh Allah. Tidak mungkin beliau berbuat kesyirikan terhadap Allah. Dan ayat ini juga datang untuk menegakkan penguatan iman dan tauhid. Abu Mas’ud berkata: ‘Ayat ini dipaparkan dalam gaya bahasa asumsi untuk mengancam dan membuat takut para Rasul terhadap perbuatan kekufuran. Serta membawa pembaca untuk menyadari betapa fatalnya dan buruknya kesyirikan itu’.” (Shafwatut Tafasir, 3/80)
Jika Rasulullah dan para Nabi saja diancam dari perbuatan syirik, maka kita lebih lagi terancam dan hendaknya lebih takut darinya. Jika amalan Rasulullah dan para Nabi terdahulu yang tidak terbayangkan besarnya, dalam mendakwahkan Islam, dalam bersabar menghadapi perlawanan dari orang-orang musyrik, dalam menghadapi cobaan-cobaan dari Allah, tetap akan terhapus semua amalan itu jika mereka berbuat syirik. Apalagi kita? Yang sedikit amalannya, bahkan banyak berbuat dosa!?!
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di meringkaskan bahaya syirik dengan penjelasan yang bagus. Beliau katakan, “Ketika kesyirikan adalah perkara yang bertolak-belakang dengan tauhid. Ia juga perkara yang mewajibkan orang untuk masuk neraka dan kekal di dalamnya. Ia juga perkara yang mencegah orang untuk masuk surga, jika syiriknya adalah syirik akbar. Dan kebahagiaan tidak akan pernah didapat kecuali dengan membebaskan diri dari syirik. Maka, sudah semestinya seorang hamba takut kepada kesyirikan setakut-takutnya. Dan berusaha untuk lari dari kesyirikan sejauh-jauhnya serta meninggalkan semua sarana dan sebab kesyirikan. Dan hendaknya meminta kepada Allah berupa keselamatan dari kesyirikan, sebagaimana dilakukan oleh para Nabi dan orang-orang shalih.” (Al-Qaulus Sadid fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 27)
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua agar dapat mentauhidkan-Nya dengan benar dan agar dijauhkan dari segala bentuk kesyirikan.
Wallahul muwaffiq.
***
Ditulis oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/40661-ibadah-hanya-untuk-allah-semata.html